REAKSI-REAKSI SPESIFIK PADA PROTEIN
REAKSI SPESIFIK PROTEIN
Protein adalah senyawa
organik komplek berbobot molekul besar yang terdiri dari asam amino
yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein
tersusun dari peptida-peptida sehingga membentuk suatu polimer yang disebut
polipeptida. Setiap monomernya tersusun atas suatu asam amino. Asam amino
adalah molekul organik yang memiliki gugus karboksil dan gugus amino yang mana
pada bagian pusat asam amino terdapat suatu atom karbon asimetrik (Gambar 1).
Pada keempat pasangannya yang berbeda itu adalah gugus amino, gugus karboksil, atom
hidrogen, dan berbagai gugus yang disimbolkan dengan huruf R. Gugus R disebut
juga sebagai Rantai samping yang berbeda dengan gugus amino. (Campbell et al.,
2009).
Gambar 1. Struktur umum
asam amino (Lehninger et al., 2004).
Protein yang
tersusun dari rantai asam amino akan memiliki berbagai macam struktur yang khas
pada masing-masing protein. Karena protein disusun oleh asam amino yang berbeda
secara kimiawinya, maka suatu protein akan terangkai melalui ikatan peptida dan
bahkan terkadang dihubungkan oleh ikatan sulfida. Selanjutnya protein bisa
mengalami pelipatan-pelipatan membentuk struktur yang bermacam-macam. Adapun
struktur protein meliputi struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier,
dan struktur kuartener (Gambar 2).
Gambar 3. Reaksi pembentukan peptida melalui reaksi dehidrasi (Voet &
Judith, 2009).
Gambar 4. Struktur primer dari protein (Campbell et al., 2009).
Struktur primer merupakan
struktur yang sederhana dengan urutan-urutan asam amino yang tersusun secara
linear yang mirip seperti tatanan huruf dalam sebuah kata dan tidak terjadi
percabangan rantai (Gambar 4). Struktur primer terbentuk melalui ikatan antara
gugus α–amino dengan gugus α–karboksil (Gambar 3). Ikatan tersebut dinamakan
ikatan peptida atau ikatan amida (Berg et al., 2006; Lodish et al., 2003).
Struktur ini dapat menentukan urutan suatu asam amino dari suatu polipeptida
(Voet & Judith, 2009).
Struktur
sekunder merupakan kombinasi antara struktur
primer yang linear distabilkan oleh
ikatan hidrogen antara gugus =CO dan =NH di sepanjang tulang belakang
polipeptida. Salah satu contoh struktur sekunder adalah α-heliks dan β-pleated
(Gambar 5 dan 6). Struktur ini memiliki segmen-segmen dalam polipeptida yang terlilit atau terlipat secara berulang. (Campbell
et al., 2009; Conn, 2008).
Gambar 5. Struktur
sekunder α-heliks (Murray et al, 2009).
Gambar 6. Struktur
sekunder β-pleated (Campbell et al., 2009).
Struktur
α-heliks terbentuk antara masing-masing atom oksigen karbonil pada suatu ikatan
peptida dengan hidrogen yang melekat ke gugus amida pada suatu ikatan peptida
empat residu asam amino di sepanjang rantai polipeptida (Murray et al,
2009).
Pada struktur
sekunder β-pleated terbentuk melalui ikatan hidrogen antara daerah linear
rantai polipeptida. β-pleated ditemukan dua macam bentuk, yakni antipararel dan
pararel (Gambar 7 dan 8). Keduanya berbeda dalam hal pola ikatan hidrogennya.
Pada bentuk konformasi antipararel memiliki konformasi ikatan sebesar 7 Å,
sementara konformasi pada bentuk pararel lebih pendek yaitu 6,5 Å (Lehninger et
al, 2004). Jika ikatan hidrogen ini dapat terbentuk antara dua rantai
polipeptida yang terpisah atau antara dua daerah pada sebuah rantai tunggal
yang melipat sendiri yang melibatkan empat struktur asam amino, maka dikenal
dengan istilah β turn yang ditunjukkan dalam Gambar 9 (Murray et al,
2009).
Gambar 7. Bentuk
konformasi antipararel (Berg, 2006).
Gambar 8. Bentuk
konformasi pararel (Berg, 2006).
Gambar 9. Bentuk
konformasi β turn yang melibatkan empat residu asam amino (Lehninger et al.,
2004).
Struktur tersier
dari suatu protein adalah lapisan yang tumpang tindih di atas pola
struktur sekunder yang terdiri atas pemutarbalikan tak beraturan dari ikatan
antara rantai samping (gugus R) berbagai asam amino (Gambar 10). Struktur ini
merupakan konformasi tiga dimensi yang mengacu pada hubungan spasial antar
struktur sekunder. Struktur ini distabilkan oleh empat macam ikatan, yakni
ikatan hidrogen, ikatan ionik, ikatan kovalen, dan ikatan hidrofobik. Dalam
struktur ini, ikatan hidrofobik sangat penting bagi protein. Asam amino yang
memiliki sifat hidrofobik akan berikatan di bagian dalam protein globuler yang
tidak berikatan dengan air, sementara asam amino yang bersifat hodrofilik
secara umum akan berada di sisi permukaan luar yang berikatan dengan air di
sekelilingnya (Murray et al, 2009; Lehninger et al, 2004).
Gambar
10. Bentuk struktur tersier dari protein denitrificans cytochrome
C550 pada bakteri Paracoccus denitrificans (Timkovich and Dickerson,
1976).
Struktur
kuarterner adalah gambaran
dari pengaturan sub-unit atau promoter protein dalam ruang. Struktur ini
memiliki dua atau lebih dari sub-unit protein dengan struktur tersier yang akan
membentuk protein kompleks yang fungsional. ikatan yang berperan dalam struktur
ini adalah ikatan nonkovalen, yakni interaksi elektrostatis, hidrogen, dan
hidrofobik. Protein dengan struktur kuarterner sering disebut juga dengan
protein multimerik. Jika protein yang tersusun dari dua sub-unit disebut dengan
protein dimerik dan jika tersusun dari empat sub-unit disebut dengan protein
tetramerik (Gambar 11) (Lodish et al., 2003; Murray et al, 2009).
Protein berperan penting
dalam pembentukan struktur, fungsi, regulasi sel-sel makhluk hidup dan
virus. Protein juga bekerja sebagai neurotransmiter dan pembawa oksigen
dalam darah (hemoglobin). Protein juga berguna sebagai sumber energi
tubuh.
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu ; Secara kualitatif terdiri atas ; reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Secara kuantitatif terdiri dari ; metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret), dan metode spektrofotometri UV.
Analisa Kualitatif. :
1. Reaksi Xantoprotein
Uji
xantoprotein merupakan uji kualitatif pada protein yang digunakan untuk
menunjukkan adanya gugus benzena (cincin fenil). Asam amino yang
menunjukkan reaksi positif untuk uji ini adalah tyrosin, phenilalanin,
dan tryptophan. Reaksi positif ada uji xantoprotein adalah munculnya
gumpalan atau cincin warna kuning. Pada uji ini, digunakan larutan HNO3 yang berfungsi untuk memecah protein menjadi gugus benzena.
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.
2. Reaksi Hopkins-Cole
Uji hopkins cole atau tes hopkins cole merupakan uji kimia yang digunakan untuk menunjukkan adanya asam amino triptofan. Pereaksi yang dipakai mengandung asam glioksilat. Kondensasi 2 inti induk dari trptofan oleh asam glioksilat akan menghasilkan senyawa berwarna ungu. Reaksi positif ditunjukkan dengan adanya cincin ungu pada bidang batas.
Reaksi kondensasi merupakan penggabungan monomer-monomer menjadi polimer disertai dengan pelepasan molekul kecil seperti H2O, NH3, atau HCl. Secara sederhana dapat dijelaskan sebagai reaksi penggabungan molekul kecil untuk menghasilkan molekul yang lebih besar dengan disertai pelepasan molekul kecil seperti air. Reaksi kondensasi juga sering disebut dengan istilah polimerisasi kondensasi (pembentukan polimer dengan cara kondensasi).
Pada reaksi kondensasi setiap monomer harus memiliki dua gugus fungsional pada kedua ujungnya sehingga dapat ditambahkan pada unit rantai polimer yang telah terbentuk. Salah satu contoh reaksi kondensasi adalah terbentuknya polipeptida dari penggabungan asam amino. Polipeptida (protein) merupakan hasil kondensasi asam amino dengan melepaskan molekul air. Kondensasi asam amino menjadi protein terjadi di sitoplasma sel dengan bantuan organel ribosom.
Gambar 1. Pembentukan polipeptida |
Contoh lain reaksi kondensasi adalah dalam produksi nylon untuk kepentingan andustri. Nylon dapat disintesis dengan mereaksikan 1,6 – diaminoheksana dan asam adipat. Pembentukan nylon terjadi antara dua molekul berbeda yang berikatan dengan ikatan amida dan melepaskan molekul H2O.
Gambar 2. Pembentukan nylon |
Gambar 3. Pembentukan metil etanoat |
Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut.
3. Reaksi Millon
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna.
4. Reaksi Natriumnitroprusida
Rekasi ini terjadi apabila pelarutnya adalah larutan amoniak. Protein yang mengandung senyawa sistein akan menunjukkan hasil yang positif.
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif.
5. Reaksi Sakaguchi
Tes Sakaguchi adalah tes kimia yang diberi nama setelah ilmuwan yang pertama kali menggambarkannya pada tahun 1925, Schoyo Sakaguchi. Tes ini dilakukan dengan apa yang dikenal sebagai reagen Sakaguchi, kombinasi 1-naphthol dan sodium hypobromite. Ketika reaktan ditambahkan, kelompok guanidin dalam arginin bereaksi dengannya untuk membentuk warna kemerahan.
Gugus guanidin adalah gugus karbon dengan ikatan tunggal ke dua atom nitrogen dan ikatan rangkap ke satu atom nitrogen. Tes Sakaguchi mengandung sodium hypobromite, agen pengoksidasi. Reaksi oksidasi dengan gugus guanidin inilah yang memberi hasil warna kemerahan. Menurut Reference.com, reagen yang digunakan dalam tes Sakaguchi cukup berbahaya. Tes yang lebih aman yang menghasilkan hasil serupa adalah Uji Biuret. Tes ini juga dapat digunakan untuk menguji arginin dan zat lain, tetapi reagen yang digunakan adalah natrium hidroksida, tembaga sulfat dan kalium natrium tartrat, yang lebih aman daripada zat yang digunakan dalam tes Sakaguchi. Uji Biuret menghasilkan perubahan warna biru-ke-merah muda sebagai hasil dari tes.
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin. Jadi arginin atau protein yang mengandung arginin dapat menghasilkan warna merah.
6. Metode Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawasenyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet.
PERMASALAHAN
1. Bagaimana reaksi yang terjadi pada reaksi millon ?
2. Apakah reaksi-reaksi spesifik pada protein sama dengan reaksi spesifik pada asam aminio?
3. Reaksi apa yang dapat terjadi pada reaksi-reaksi spesifik pada protein ? Apakah reaksi kondensasi ?
baiklah saya akan menjawab permasalahan no 2 yaitu:
BalasHapussama, Pada umumnya asam amino diperoleh sebagai hasil hidrolisis protein, baik menggunakan enzim maupun dengan menggunakan asam, dengan cara ini diperoleh campuan bermacam-macam asam amino dan untuk menentukan jenis asam amino maupun kualitasnya masing-masing asam amino perlu diadakan pemisahan antara asam-asam amino tersebut. Seperti halnya senyawa-senyawa lainnya, asam amino dan protein juga dapat mengalami reaksi-reaksi spesifik. Reaksi- reaksi spesifik pada asam amino dan protein pun ada beberapa macam antara lain reaksi dengan pereaksi millon, ninhidrin, nitroprussida, sistin, sistein
Mengidentifikasi protein dengan mengidentifikasi reaksi spesifik asam amino dan protein dengan beberapa pereaksi tertentu yaitu melalui reaksi Adamkiewitz-Hopkins dan pengendapan dengan asam kuat seperti asam nitrat dan asam organik yang ditandai dengan adanya perubahan warna, suhu dan endapan yang menunjukkan bahwa adanya reaksi uji positif terhadap asam amino dan protein.
baiklah saya akan menjawab permasalahan anda nomor 1 yaitu : bagaimana rx yang terjadi pada uji millon
BalasHapusUji millon umumnya digunakan untuk menunjukkan adanya asam amino tirosin pada suatu zat. Uji millon bekerja terhadap derivat-derivat monofenol seperti tirosin. Pereaksi yang digunakan merupakan larutan merkuri (Hg) dalam asam nitrat (HNO3).
Tirosin akan ter-nitrasi oleh asam nitrat sehingga memperoleh penambahan gugus N=O, gugus tersebut secara reversibel (bolak-balik) dapat berubah menjadi N-OH (hidroksifenil). Merkuri dalam pereaksi millon akan bereaksi dengan gugus hidroksifenil dari tirosin membentuk warna merah.
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat, bila direaksikan dengan senyawa yang mengandung gugus fenol akan membentuk endapan merah dengan pemanasan. Pada pengujian asam amino dengan uji Millon, larutan protein (albumi telur) ditambahkan dengan reagen Millon. Penambahan reagen Millon ini menyebabkan terbentuknya endapan putih yang kemudian berubah menjadi endapan merah. Hal ini membuktikan dalam larutan albumin tersebut positif mengandung tirosin.
Endapan putih yang terbentuk setelah penambahan reagen Millon pada larutan protein tersebut berasal dari endapan merkuri, dimana pada awalnya Hg yang terlarut di dalam HNO3 teroksidasi menjadi Hg+. Ion Hg + ini selanjutnya membentuk garam dengan gugus karboksil dari tirosin.
Ketika dipanaskan endapan putih tersebut berubah menjadi endapan merah. Hal ini terjadi karena asam nitrat yang semula berfungsi sebagai pelarut mengoksidasi Hg + menjadi Hg2+. Bersamaan dengan hal tersebut, asam amino tirosin ternitrasi. Kemudian terjadi reaksi pembentukan HgO yang berwarna merah.
BalasHapusSaya akan mencoba menjawab permasalahan yang Anda tampilkan pada No.3 yaitu :
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu ; Secara kualitatif terdiri atas ; reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Secara kuantitatif terdiri dari ; metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret), dan metode spektrofotometri UV.
Reaksi kondensasi merupakan penggabungan monomer-monomer menjadi polimer disertai dengan pelepasan molekul kecil seperti H2O, NH3, atau HCl. Secara sederhana dapat dijelaskan sebagai reaksi penggabungan molekul kecil untuk menghasilkan molekul yang lebih besar dengan disertai pelepasan molekul kecil seperti air. Reaksi kondensasi juga sering disebut dengan istilah polimerisasi kondensasi (pembentukan polimer dengan cara kondensasi).
Pada reaksi kondensasi setiap monomer harus memiliki dua gugus fungsional pada kedua ujungnya sehingga dapat ditambahkan pada unit rantai polimer yang telah terbentuk. Salah satu contoh reaksi kondensasi adalah terbentuknya polipeptida dari penggabungan asam amino. Polipeptida (protein) merupakan hasil kondensasi asam amino dengan melepaskan molekul air. Kondensasi asam amino menjadi protein terjadi di sitoplasma sel dengan bantuan organel ribosom.